Banyak
orang yang meremehkan bahan dasar Bambu, mereka cenderung memilih bahan yang
bernilai tinggi untuk dijadikan bahan dasar bangunan. Tentunya, mereka ingin
terlihat “mewah” dengan apa yang dimiliki. Tapi itu semua tak bernilai apabila
gempa bumi dan tanah longsor melanda mereka. Bangunan yang telah menggocek nilai
rupiah mereka hancur dalam hitungan beberapa menit. Mereka lebih memilih nilai kemewahan daripada
nilai keamanan. Padahal,Gempa bumi dapat dijinakkan dengan sebuah bambu.
Lantas, sejauhmana kehebatan bambu?
Banyak bangunan yang terbuat dari beton dan besi
hancur akibat gempa bumi. Tapi, dibalik itu semua, mereka kurang menyadari akan
manfaat dari bambu. Padahal, dengan memanfaatkan bambu, mereka dapat meminimalkan
resiko pergerakan tanah.
Pembuktian akan lemahnya bangunan permanen terbukti dari
kesaksian seorang warga bernama Idin Wahidin
dari Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat . Ia dan
warganya selamat dari Gempa Bumi
berkekuatan 7.3 SR yang melanda pada tanggal 2 September 2009, dua tahun silam.
Idin dan warga berlarian menuju ke Lapangan Desa Jayapura, Ia melihat beberapa
rumah permanen ambruk dan rata tanah. (Surat Kabar Harian Kompas, 13 Januari 2012).
Menurut data, gempa yang berlangsung selama satu
menit telah berhasil meratakan 520 bangunan rumah dan beberapa fasilitas umum.
Meskipun pusat gempa berada 142 kilometer di Barat Daya Tasikmalaya, tetapi
getaran gempa tersebut dapat merobohkan beberapa bangunan permanen.
Persitiwa yang menyedihkan ini tentunya menjadi
pengalaman yang berharga bagi Idin dan penduduk Desa Jayapura, Kecamatan
Cigalontang untuk bersikap waspada terhadap bencana alam.
Desa
Jayapura Menyimpan Potensi Bencana
Desa Jayapura merupakan daerah yang rawan bencana
alam karena terletak di Kawasan Kaki Gunung
Galunggung, 15 Km dari Pusat Kota Sukabumi. Selain itu, desa ini
juga terletak di jalur patahan dan
memiliki tingkat resiko terhadap bencana tanah longsor.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan
Geologi menetapkan Cigalontang sebagai kecamatan yang berpotensi gerakan tanah menengah-tinggi
dan berpotensi banjir bandang . Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Tasikmalaya juga menetapkan Cigalontang sebagai daerah lawan
longsor.
Kondisi tipografi dan geologis inilah yang mendorong
para pemangku kepentingan, intitusi, dan pemerintah setempat memikirkan
langkah-langkah untuk memitigasi terhadap bencana alam.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah tindakan
yang dilakukan oleh sukarelawan DP-KLTs, yaitu dengan cara mensosialisasikan
metode patanjala, yaitu suatu metode
yang memperkenalkan rumah tahan gempa. Salah
satunya adalah memperkenalkan rumah bambu. Kegiatan yang dilakukan adalah mengajak
warga untuk membangun Bale Bambu. Hingga tahun 2011, jumlah peserta telah
mencapai 30 warga dan telah berhasil membuat bangunan tahan gempa. Melalui
kegiatan tersebut, mereka diberikan arahan bagaimana membentuk pola dan ikat
antar bambu. Tak hanya warga setempat, tetapi mayarakat adat kampung naga,
tasikmalaya yang sejak la,a tinggal dirumah panging bambu tahan gempa diajak
sebagai pelatih.
Bangunan
Berdasar Bambu
Gempa yang
terjadi pada tahun 2009 tidak dapat menghacurkan rumah panggung berbahan bambu
dan kayu . Rumah panggung yang terbuat dari bambu dan kayu tetap berdiri kokoh
meski dguncang gempa. Rumah panggung yang terbuat dari bambu merupakan tipe rumah rawan gempa , tetapi
sangat disayangkan saat ini masyarakat telah melupakan ketangguhan rumah
panggung bambu, seperti yang diutarakan oleh Trisna Panji, Fasilitator Bale
Bambu saat diwawancarai oleh Kompas.
Rumah bambu mempunyai daya lentur sehingga meski
sudah tua, rumah bambu tak akan roboh sekaligus. Untuk membuat satu rumah,
dibutuhkan empat jenis bambu yaitu bitung, gombong, bambu tali, dan bambu
hitam. Bambu hitam biasanya untuk dekorasi, yang paling banyak betung, bambu
tali dan gombong.
Di Indonesia,
rumah tahan gempa tergolong konsep yang memiliki fleksibilitas tinggi, mudah
membangunnya dan cukup kokoh, dan memiliki konsep knock-down / bongkar-pasang yang sederahana,
tetapi cukup praktis. Rumah tahan gempa ini tidak didirikan diatas pondasi,
tetapi dengan menggunakan ‘umpak’ di setap kolom rumahnya. ‘Umpak’ adalah
pondasi yang hanya memakai batu kali atau batu bata, atau ‘buis beton
yang diisi dengan batu, sehingga jika terjadi gempa, reatif lebih fleksibel,
karena jika memakai material rumah-rumah konvensional, pondasi serta beton (
jika tidak dihitung beban gempa oleh ahli struktur gempa ) akan mengalami
keretakkan.
Jika rumah tersebut diatas tanah yang jelek,
sebenarnya tetap bisa memakai umpak, tetapi tetap harus perbaikan tanah dahulu.
Jika memang harus memakaai tiang pancang, misalnya di tanah yang bekas rawa,
harus membuat ‘test beton vertical dan horisontal’ untuk tahu bagaimana
kekuatannya terhadap beban dan gempa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar