Senin, 11 Juni 2012

BAMBU TAK HANCUR DARI AMUKAN GEMPA


Banyak orang yang meremehkan bahan dasar Bambu, mereka cenderung memilih bahan yang bernilai tinggi untuk dijadikan bahan dasar bangunan. Tentunya, mereka ingin terlihat “mewah” dengan apa yang dimiliki. Tapi itu semua tak bernilai apabila gempa bumi dan tanah longsor melanda mereka. Bangunan yang telah menggocek nilai rupiah mereka hancur dalam hitungan beberapa menit.  Mereka lebih memilih nilai kemewahan daripada nilai keamanan. Padahal,Gempa bumi dapat dijinakkan dengan sebuah bambu. Lantas, sejauhmana kehebatan bambu?
Banyak  bangunan yang terbuat dari beton dan besi hancur akibat gempa bumi. Tapi, dibalik itu semua, mereka kurang menyadari akan manfaat dari bambu. Padahal, dengan memanfaatkan bambu, mereka dapat meminimalkan resiko pergerakan tanah. 

Pembuktian akan  lemahnya bangunan permanen terbukti dari kesaksian seorang warga bernama Idin Wahidin   dari Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat . Ia dan warganya  selamat dari Gempa Bumi berkekuatan 7.3 SR yang melanda pada tanggal 2 September 2009, dua tahun silam. Idin dan warga berlarian menuju ke Lapangan Desa Jayapura, Ia melihat beberapa rumah permanen ambruk dan rata tanah.  (Surat Kabar Harian Kompas, 13 Januari 2012). 

Menurut data, gempa yang berlangsung selama satu menit telah berhasil meratakan 520 bangunan rumah dan beberapa fasilitas umum. Meskipun pusat gempa berada 142 kilometer di Barat Daya Tasikmalaya, tetapi getaran gempa tersebut dapat merobohkan beberapa bangunan permanen. 

Persitiwa yang menyedihkan ini tentunya menjadi pengalaman yang berharga bagi Idin dan penduduk Desa Jayapura, Kecamatan Cigalontang untuk bersikap waspada terhadap bencana alam.
Desa Jayapura Menyimpan Potensi Bencana
Desa Jayapura merupakan daerah yang rawan bencana alam karena terletak di Kawasan Kaki Gunung  Galunggung, 15 Km dari Pusat Kota Sukabumi. Selain itu, desa ini juga  terletak di jalur patahan dan memiliki tingkat resiko terhadap bencana tanah longsor. 

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi menetapkan Cigalontang sebagai kecamatan yang berpotensi gerakan tanah menengah-tinggi dan berpotensi banjir bandang . Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tasikmalaya juga menetapkan Cigalontang sebagai daerah lawan longsor. 

Kondisi tipografi dan geologis inilah yang mendorong para pemangku kepentingan, intitusi, dan pemerintah setempat memikirkan langkah-langkah untuk memitigasi terhadap bencana alam. 

Salah satu langkah yang ditempuh adalah tindakan yang dilakukan oleh sukarelawan DP-KLTs, yaitu dengan cara mensosialisasikan metode patanjala, yaitu suatu metode yang  memperkenalkan rumah tahan gempa. Salah satunya adalah memperkenalkan rumah bambu. Kegiatan yang dilakukan adalah mengajak warga untuk membangun Bale Bambu. Hingga tahun 2011, jumlah peserta telah mencapai 30 warga dan telah berhasil membuat bangunan tahan gempa. Melalui kegiatan tersebut, mereka diberikan arahan bagaimana membentuk pola dan ikat antar bambu. Tak hanya warga setempat, tetapi mayarakat adat kampung naga, tasikmalaya yang sejak la,a tinggal dirumah panging bambu tahan gempa diajak sebagai pelatih.
Bangunan Berdasar Bambu
Gempa  yang terjadi pada tahun 2009 tidak dapat menghacurkan rumah panggung berbahan bambu dan kayu . Rumah panggung yang terbuat dari bambu dan kayu tetap berdiri kokoh meski dguncang gempa. Rumah panggung yang terbuat dari bambu  merupakan tipe rumah rawan gempa , tetapi sangat disayangkan saat ini masyarakat telah melupakan ketangguhan rumah panggung bambu, seperti yang diutarakan oleh Trisna Panji, Fasilitator Bale Bambu saat diwawancarai oleh Kompas. 

Rumah bambu mempunyai daya lentur sehingga meski sudah tua, rumah bambu tak akan roboh sekaligus. Untuk membuat satu rumah, dibutuhkan empat jenis bambu yaitu bitung, gombong, bambu tali, dan bambu hitam. Bambu hitam biasanya untuk dekorasi, yang paling banyak betung, bambu tali dan gombong.

 Di Indonesia, rumah tahan gempa tergolong konsep yang memiliki fleksibilitas tinggi, mudah membangunnya dan cukup kokoh, dan memiliki konsep  knock-down / bongkar-pasang yang sederahana, tetapi cukup praktis. Rumah tahan gempa ini tidak didirikan diatas pondasi, tetapi dengan menggunakan ‘umpak’ di setap kolom rumahnya. ‘Umpak’ adalah  pondasi yang hanya memakai batu kali atau batu bata, atau ‘buis beton yang diisi dengan batu, sehingga jika terjadi gempa, reatif lebih fleksibel, karena jika memakai material rumah-rumah konvensional, pondasi serta beton ( jika tidak dihitung beban gempa oleh ahli struktur gempa ) akan mengalami keretakkan. 

Jika rumah tersebut diatas tanah yang jelek, sebenarnya tetap bisa memakai umpak, tetapi tetap harus perbaikan tanah dahulu. Jika memang harus memakaai tiang pancang, misalnya di tanah yang bekas rawa, harus membuat ‘test beton vertical dan horisontal’ untuk tahu bagaimana kekuatannya terhadap beban dan gempa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar