Pada bulan Ramadhan, seluruh umat muslim dunia
menjalankan ibadah puasa untuk tidak makan dan minum mulai dari waktu subuh
hingga waktu berbuka puasa, yaitu pada adzan magrib dikumandangkan. Namun,
apakah hanya menahan untuk tidak makan dan minum pada bulan puasa? Justru, hal
yang paling sulit adalah mengelola emosi kita untuk menahan agar tidak hanyut
pada perasaan kita yang berbuah sikap dan perilaku yang dapat mengurangi pahala
dan membatalkan puasa.
Terkadang kita tidak sadar telah terhanyut pada keegoisan
perasaan kita yang dipengaruhi dari kondisi di sekeliling kita, seperti sikap
dan perilaku dari orang-orang sekitar kita yang bertentangan dengan diri kita
dan bahkan kondisi cuaca yang tidak menentu pun dapat mempengaruhi mood serta
emosi kita. Jika kita terlena pada hal-hal ini dan tidak segera memangkas emosi
negatif kita, tentunya dapat membuahkan sikap dan perilaku yang dapat
mengurangi pahala berpuasa dan dapat membatalkan puasa kita.
Sebagian besar wilayah Indonesia telah menyambut datangnya
musim kemarau dan mengatakan selamat tinggal musim hujan. Bahkan, ada beberapa
wilayah yang telah menujukkan tanda-tanda musim kemarau datang menyapa wilayah
Indonesia, seperti daun-daun kering berwarna cokelat yang jatuh berguguran
ke tanah dan suhu udara yang panas dengan sengatan sinar matahari yang terik.
Datangnya awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia bebarengan
dengan puasa Ramadhan 1439 H.
Walaupun telah memasuki awal musim kemarau, tidak jarang
hujan masih datang menyapa. Kondisi ini tentunya menjadi tantangan untuk tidak
menyurutkan langkah kita untuk tetap berpuasa. Lantas bagiamana kondisi cuaca
dan iklim saat menjalankan aktivitas ibadah puasa?.
Kondisi inilah yang menjawab, pertanyaan yang muncul di
tengah-tengah masyarakat, musim kemarau, tetapi mengapa masih terjadi hujan
lebat disertai angin kencang dan petir?
Seperti relase yang telah disampaikan BMKG bahwa pada Maret
2018 lalu, Kepala BMKG, Dr. Dwikorita Karnawati mengutarakan bahwa Awal musim
kemarau terjadi pada April, Mei, dan Juni 2018, sebanyak 81,8 %. Hingga awal April, daerah yang sudah memasuki kemarau
adalah Provinsi NTT, NTB, DIY, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh.
Kemudian merambat perlahan ke arah barat dan utara ke Pulau Jawa,
sebagian Sulawesi, sebagian Kalimantan, dan Sumatera yang
memasuki awal kemarau secara umum di bulan Mei. Demikian juga untuk
sebagian Papua.
Dwikorita menambahkan sementara puncak musim kemarau 2018
diprakirakan terjadi pada Agustus-September 2018. Pada saat musim kemarau di
wilayah Indonesia perlu diwaspadai untuk daerah-daerah yang rentan terhadap
bencana kekeringan seperti NTB, dan NTT, Jawa Timur Jogya bagian Selatan, serta
wilayah yang rentan Karhutla seperti Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan.
Hujan lebat yang masih terjadi di beberapa wilayah, merupakan bagian dari
masa transisi (masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau). Untuk itu,
Dwikorita menghimbau agar masyarakat mewaspadai kondisi cuaca ekstrim pada masa
transisi, seperti hujan lebat yang tidak merata. angin kencang serta petir Pada
masa transisi, cuaca terik dari pagi-siang, menjelang sore-malam terjadi hujan
lebat disertai angin kencang.
Sementara tahun ini, cuaca yang adem mendukung umat Muslim
menjalankan ibadah puasa. Kondisi ini dikarenakan adanya pengaruh aliran massa
udara basah dari Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera yang masuk ke wilayah
Indonesia bagian Barat dan Tengah. Kondisi tersebut memberikan pengaruh
terhadap pola cuaca dalam meningkatkan supplay uap air yang berkontribusi dalam
pembentukan dan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia bagian Barat dan
Tengah.
Diharapkan kondisi cuaca yang
adem ini, tidak mempengaruhi mood kita untuk enggan beraktivitas menjalankan
ibadah puasa. Sementara kondisi cuaca yang terkadang panas dan hujan, tentunya
menjadi tantangan kita untuk dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan tahun ini 1439 H dengan lancar
dan tidak mempengaruhi suasana hati dan kondisi tubuh kita saat berpuasa.
x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar