Senin, 21 Mei 2018

Berpuasa di Tengah Galaunya Musim Kemarau, Siapa Takut?

Bulan  Ramadhan merupakan moment yang istimewa bagi umat islam di dunia karena  Ramadhan merupakan  tamu yang datang menyapa umat muslim di dunia tiap satu tahun sekali. Ketika bulan Ramadhan akan menyapa kita, tidak sedikit dari masyarakat muslim di dunia pun menyambut kedatangan tamu istemewa  itu dengan tradisi dan budaya mereka.

Pada bulan Ramadhan,  seluruh umat muslim dunia menjalankan ibadah puasa untuk tidak makan dan minum mulai dari waktu subuh hingga waktu berbuka puasa, yaitu pada adzan magrib dikumandangkan. Namun, apakah hanya menahan untuk tidak makan dan minum pada bulan puasa? Justru, hal yang paling sulit adalah mengelola emosi kita untuk menahan agar tidak hanyut pada perasaan kita yang berbuah sikap dan perilaku yang dapat mengurangi pahala dan membatalkan puasa.

Terkadang kita tidak sadar telah terhanyut pada keegoisan perasaan kita yang dipengaruhi dari kondisi di sekeliling kita, seperti sikap dan perilaku dari orang-orang sekitar kita yang bertentangan dengan diri kita dan bahkan kondisi cuaca yang tidak menentu pun dapat mempengaruhi mood serta emosi kita. Jika kita terlena pada hal-hal ini dan tidak segera memangkas emosi negatif kita, tentunya dapat membuahkan  sikap dan perilaku yang dapat mengurangi pahala berpuasa dan dapat membatalkan puasa kita.

Sebagian besar wilayah Indonesia telah menyambut datangnya musim kemarau dan mengatakan selamat tinggal musim hujan. Bahkan, ada beberapa wilayah yang telah menujukkan tanda-tanda musim kemarau datang menyapa wilayah Indonesia, seperti daun-daun kering berwarna cokelat yang jatuh berguguran  ke tanah dan suhu udara yang panas dengan sengatan sinar matahari yang terik. Datangnya awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia bebarengan dengan puasa Ramadhan 1439 H.

Walaupun telah memasuki awal musim kemarau, tidak jarang hujan masih datang menyapa. Kondisi ini tentunya menjadi tantangan untuk tidak menyurutkan langkah kita untuk tetap berpuasa. Lantas bagiamana kondisi cuaca dan iklim saat menjalankan aktivitas ibadah puasa?.
Kondisi inilah yang menjawab, pertanyaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat, musim kemarau, tetapi mengapa masih terjadi hujan lebat disertai angin kencang dan petir?

Seperti relase yang telah disampaikan BMKG bahwa pada Maret 2018 lalu, Kepala BMKG, Dr. Dwikorita Karnawati mengutarakan bahwa Awal musim kemarau terjadi pada April, Mei, dan Juni 2018, sebanyak 81,8 %. Hingga awal April, daerah yang sudah memasuki kemarau adalah Provinsi NTT, NTB, DIY, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh. Kemudian merambat perlahan ke arah barat dan utara ke Pulau Jawa, sebagian Sulawesi, sebagian Kalimantan, dan Sumatera yang memasuki awal kemarau secara umum di bulan Mei. Demikian juga untuk sebagian Papua

Dwikorita menambahkan sementara puncak musim kemarau 2018 diprakirakan terjadi pada Agustus-September 2018. Pada saat musim kemarau di wilayah Indonesia perlu diwaspadai untuk daerah-daerah yang rentan terhadap bencana kekeringan seperti NTB, dan NTT, Jawa Timur Jogya bagian Selatan, serta wilayah yang rentan Karhutla seperti Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan.
Hujan lebat yang  masih terjadi  di beberapa wilayah, merupakan bagian dari masa transisi (masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau). Untuk itu, Dwikorita menghimbau agar masyarakat mewaspadai kondisi cuaca ekstrim pada masa transisi, seperti hujan lebat yang tidak merata. angin kencang serta petir Pada masa transisi, cuaca terik dari pagi-siang, menjelang sore-malam terjadi hujan lebat disertai angin kencang.

Sementara tahun ini,  cuaca yang adem mendukung umat Muslim menjalankan ibadah puasa. Kondisi ini dikarenakan adanya pengaruh aliran massa udara basah dari Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera yang masuk ke wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah. Kondisi tersebut memberikan pengaruh terhadap pola cuaca dalam meningkatkan supplay uap air yang berkontribusi dalam pembentukan dan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah.

Diharapkan kondisi cuaca yang adem ini, tidak mempengaruhi mood kita untuk enggan beraktivitas menjalankan ibadah puasa. Sementara kondisi cuaca yang terkadang panas dan hujan, tentunya menjadi tantangan kita untuk dapat menjalankan ibadah  puasa Ramadhan tahun ini 1439 H dengan lancar dan tidak mempengaruhi suasana hati dan kondisi tubuh kita saat berpuasa.


x

Senin, 05 Maret 2018

Gempa Bumi Mengguncang Ibu Kota, Siapkah?


Beberapa bulan yang lalu, masyarakat Ibu Kota Jakarta dikejutkan dengan gempa bumi yang berpusat di Wilayah Kabupaten Lebak, Banten dengan magnitude 6.1 yang menyebabkan ratusan rumah rusak di kawasan tersebut. Tidak hanya kejadian pada lebak saat itu yang mengakegetkan masyarakat Jakarta, tetapi berdasarkan hsitori, di wilayah Jakarta pernah terjadi gempa bumi pada tahun 1699 dan 1780 di selatan Jakarta.
Berdasarkan informasi, sumber gempa bumi yang berpotensi Kota Jakarta dan sekitarnya berasal dari:
a. Gempa bumi Subduksi /Benioff di selatan  Jawa
b. Sesar-sesar aktif  yang ada di daratan Propinsi Jawa Barat  dan Banten ( Baribis,    Cimandiri,segmen Sukabumi-Bogor,   Lembang ). Isu adanya sesar di Jakarta  masih perlu penelitian yang mendalam.
Indonesia merupakan rawan gempa bumi karena dilalui 3 lempengan dunia, Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Hal ini yang menyebakan wilayah Indonesia rawan dan berpotensi terjadinya gempa bumi, termasuk wilayah Jakarta.
Hingga saat ini, kita belum dapat memprediksi gempa bumi, tetapi hal ini bukanlah menjadikan kita untuk berdiam diri dan pasrah. Tentunya kondisi inilah menjadi perhatian kita, untuk terus meningkatkan kapasitas SDM dan infrastruktur teknologi dalam mendukung penyebaran informasi peringatan dini gempa bumi dan tsunami.
Indonesia melalui BMKG telah memiliki 160 jaringan seismograf, serta sistem peringatan dini tsunami (Indonesia-Tsunami Early Warning System) sebagai langkah kesiapsiagaan terhadap resiko bencana gempa bumi.
Seperti yang kita ketahui bahwa, dampak dari gempa bumi yang ditimbulkan adalah: bangunan robah/ retak-retak, longsor, amblesan tanah, dan tsunami. Tentunya kondisi ini sangat mengkhwatirkan masyarakat.
Wilayah Jakarta dikeliling 2 megathrust, yaitu: megathrust Jawa Barat dan Jawa Tengah; serta megathrust selat Sunda. Terlebih saat ini terjadi peningkatan Megathrust di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Selat Sunda, seperti yang terjadi pada Pengandaran, dan Lebak.  Namun sejumlah ilmuwan khawatir dengan Megathrust yang terjadi di wilayah Selat Sunda karena jika itu terjadi dapat menimbulkan gempa bumi dengan M. 8.7 setara dengan gempa bumi di Aceh, 2004.
Selain di kelilingi megathrust, tanah wilayah Jakarta berjenis tanah alluvial atau endapan yang membuat getaran terasa kuat akibat adanya gempa bumi kuat. Semakin tebal tanah alluvial, maka semakin besar guncangan.  Kondisi ini tentunya menjadi renungan kita, apakah kita hanya berdiam diri? Atau sudah siapkah kita?
Siapkah Kita Hadapi Gempa Bumi?
Wilayah Indonesia menjadi salah satu incaran gempa bumi yang sewaktu-waktu mengguncang wilayh Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa gempa bumi belum dapat diprediksi. Lantas akankah kita berdiam diri?sudah siapkah kita?
Bencana tidak dapat kita hindari, tetapi kita dapat melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah korban jiwa. Salah satu langkah kesipasiagaan melalui pengenalan bencana.
Kita dapat mencontoh negara-negara maju, seperti Jepang yang merupakan salah satu negara yang sering terjadi gempa bumi.Masyarakat Jepang sangat memiliki kesadaran akan bencana, mereka ditanamkan mindest bahwa negara mereka rawan gempa bumi sehingga apabila jika terjadi gempa bumi, masyarakat Jepang otomatis melakukan evakuasi mandiri.
Di Jepang, terdapat Rinkai Disaster Prevention Park, disana didesain menjadi area berman sekaligus menjadi gempa bumi. Hampir 1.000-2.000 anak sekolah didatangkan setiap harinya ke tempat simulasi bencana itu.
Sementara di Indonesia pun, kita juga memiliki taman pintar di Yogyakarta, disana masyarakat yang didominasi usia pelajar melakukan rekerasi edukasi. Seperti halnya di Jepang, di Taman Pintar Yogyakarta pun dibangun alat simulasi gempa bumi.
Melihat kondisi ini, perlu dilakukan langkah-langkah yang konkrit untuk upaya mitigasi, seperti perencanaan pembangunan gedung, audit bangunan dan pendidikan masyarakat. Contohnya, kita masih sering menjumpai bangunan dan gedung yang dilengkapi dengan jalur evakuasi dan tanda-tanda bahaya sebagai salah satu alert.
Pendidikan terhadap pengenalan gempa bumi pun akan digalakkan di Jakarta, seperti di Rinkai Disaster Prevention Park Jepang yang didesain sebagai wahana edukasi yang kekinian. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk merealisasikan edutainment tersebut di Jakarta, seperti yang dikatakan Sandiaga Uno. (Baca
Tidak hanya pendidikan pengenalan gempa bumi, tetapi untuk mengurangi resiko terhadap  dampak guncangan gempabumi pada rencana, bangunan infrastruktur (bangunan penting) sebaiknya dirancang sebagai bangunan tahan gempa  dengan memperhatikan tingkat aktivitas kegempaan yang terjadi pada daerah tersebut  dan sekitarnya.
Tidak hanya itu, perlu adanya transformasi knowledge bagi masyarakat karena mengingat adanya penerus generasi sehingga perlu diberikan pengulangan pengetahuan dan pemahaman terkait hal ini. Kedepannya, apakah kita sudah mengatakan SIAP hadapi Gempa Bumi, bahkan tsunami?


Senin, 05 Februari 2018

Media Online, Wajah Perubahan Peradaban

Tanpa kita sadari, sekarang kita sedang berada di budaya instan , tanpa batas , ruang, dan waktu. Berbeda dengan dulu, masyarakat masih mengalami budaya tradisional, kita dibatasi ruang dan waktu. Masyarakat masih menggunakan cara konvensional dalam melakukan aktivitas mereka, seperti melakukan transaksi, kegiatan usaha mereka, dan berbagai aktivitas lainnya. Misalnya, kita selalu mendatangi toko atau supermarket untuk membeli barang atau sesuatu yang kita inginkan. Tidak hanya itu, ketika kita ingin berpergian atau mencari angkutan umum, seperti taksi, kita pasti keluar rumah untuk menstop taksi . Bagi mereka yang bekerja di perkantoran, mereka masih melakukan door to door untuk mengirimkan berkas antar unit atau bahkan instansi. Dari tahun ke tahun, budaya kita telah beralih ke online, sebagian masyarakat telah beralih ke online dibarengi dengan kaum anak muda. Saat ini kita pun dengan dibarengi para pemuda kita pun dihadapkan dengan generasi millennial, yaitu yang biasa disebut generai Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah generasi X, yaitu pada tahun 1980-2000 an. Mereka yang lahir di era tersebut sangat suka berlama-lama di sosial media atau dunia digital, mereka lebih suka dengan hal kekikinian. Generasi millennial merupakan generasi zaman sekarang, mereka sangat suka berkutat di sosial media.

Generasi Millennial adalah genersi zaman sekarang, mereka sangat suka berkutat di social media. Maka jangan heran jika media sosial dipenuhi anak-anak muda yang eksis. Berdasarkan data bahwa generasi millennial mencapai 80 juta, dan 20 juta generasi Z atau sekitar 100 juta penduduk Indonesia, yaitu 40 % penduduk Indonesia, seperti yang dikatakan Prof. Renald Kasali (Rumah Perubahan). Data ini menunjukkan bukan minoritas lagi, melainkan mayoritas, masyarakat saat ini generasi millennial. Kondisi ini menunjukkan bahwa Masyarakat zaman sekarang, terlebih para pemuda sudah snagat cerdas dalam memanfaatkan perkembangan teknologi. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa media online yang sedang menjamur di tengah-tengah masayarakat saat ini, menadakan bahwa berbagai media online ini memberikan solusi dari kemacetan dengan memberikan kecepatan, solusi dari kelangkaan informasi dengan ketersediaan informasi. Bahkan, memberikan solosi bagi para pengusaha atau para petani yang akan menjual produk mereka.

Sebelumnya, petani mengalami kerugian, saat mereka ‘diperas’ dengan tengkulak untuk menjual produk pertanian mereka. Tetapi saat ini dengan adanya budaya ini dapat memangkas mata rantai dan mengurangi kerugian bagi pengusaha dan para petani. Mereka bisa menjual langsung ke konsumen, tanpa melalui perantara. Kita dihadapkan fenomena-fenomena yang ada di masyarakat, seperti aplikasi Angkutan umum online, seperti Go-Jek, Go-Food, Go- Car, Uber, Grab Car, dan Grab-bike. Aplikasi ini memudahkan publik untuk mobilisasi melakukan aktivitas mereka, karena menurut sebagian mereka, aplikasi ini lebih praktis dan menawarkan harga yang lebih murah. Kondisi ini mendorong angkutan taksi blue-bird bekerja sama dengan Go-Jek dengan menghadirkan sebuah fitur baru di aplikasi Go-Jek, yakni Go-BlueBird.

Fitur ini hadir khusus bagi pengguna yang ingin memesan taksi Blue Bird. Tidak hanya dari sektor transportasi, tetapi di sektor bisnis pun, banyak bermunculan aplikasi, seperti tarveloka, Trivago, pegipegi, lazada, dan tokopedia. Aplikasi ini memudahkan masyarakat untuk memesan atau mendaptkan produk yang mereka butuhkan dengan cara memesan tanpa mereka mendatangi ke lokasi. Mereka tidak membuang waktu dan tenaga untuk mendapatkan produk mereka. Tidak hanya itu, sekarang banyak para pemuda sudah dapat mencari uang melalui media online, seperti youtube dan instagram. Banyak dari mereka dengan kreativitas, gaya mereka, mengupload ke media Youtube dan Instagram. Bahkan, tidak jarang dari mereka yang telah di endorse dari industri iklan. Media online pun, menjadi ajang untuk memasarkan produk-produk mereka ke publik, seperti ajang media bisnis mereka. Dari sinilah, mereka dengan mudahnya memperkenalkan merk produk mereka ke publik tanpa door to door.

 Bahkan, saat ini , telah ada platform online pendidikan dengan nama IndonesiaX yang menawarkan kursus-kursus online (Massive Open Online Courses) dari universitas, institusi dan praktisi di berbagai bidang untuk mencerdaskan bangsa. IndonesiaX adalah suatu inisiatif yang terfokus pada pengembangan edukasi dan pelatihan online berkualitas tinggi di Indonesia. Platform online pendidikan ini didgagas oleh Lucyanna Pandjaitan. Platform online pendidikan ini, sangat memudahkan masyarakat umum untuk “belajar”online tanpa jarak dan dapat mengakses informasi tanpa dibatasi waktu.

 Lantas, Bagaimana Hadapi Realita Dunia Online? 
Mau tidak mau, kita tidak lepas dari fenomena ini, dan yang menjadi pertanyaan mengapa sekarang ini masih banyak yang pro dan kontrak terhadap fenomena-fenomena “dunia” online. Seperti yang kita ketahui, terkadang masih terjadi pertengkaran antara kendaraan online dengan kendaraan konvensional. Mereka takut, pendapatan mereka berkurang karena bersaing dengan kendaraan online. Sekarang kita pun dihadapkan realita, bahwa ada beberapa industri retail Indonesia memang sedang menurun sehingga berpengaruh terhadap penjualan produk. Terkadang banyak perusahaan atau industri yang fokus dengan bagaimana meraih keuntungan, tetapi mereka lupa dengan strategi baru untuk mempertahankan keberadaan perusahaan atau industri mereka di tengah-tengah fenomena dunia online., seperti contoh selama ini, mereka masih menggunakan bisnis mereka yang dulunya cara-cara berbisnis yang dulunya menekankan owning(kepemilikan) menjadi sharing (saling berbagi peran, kolaborasi resources). Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017 berada 5,05 %.

Berdasarkan data Bank Indonesia, Angka ini lebih stabil jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2016 yang berada di posisi 5.02 %. Tetapi kesejahteraan kita, masih perlu ditingkatkan. Untuk menghadapi fenomena ini, pemerintah lebih tanggap dalam membaca fenomena yang terjadi, sehingga perlu dikaji kembali dan disesuaikan atau bahkan dapat dirubah, misalnya sekarang kita ada e-payment, hal ini dihadapkan dengan UU No. 7 yahun 2011 tentang mata uang atau jika kita menengok negara-negara lain sudah ada mobil tanpa pengemudi atau yang disebut smartcar. Kita tidak dapat menentang fenomena-fenomena ini, tetapi justru kita beradaptasi akan arus fenomena ini. Tetapi, media online atau instant yang sedang menjamur ini pun harus ada kode etik agar tidak menyimpang atau disalahgunakan. Bagi generasi millennial dan generasi Z, tentunya lebih bijak dalam menggunakan media online, seperti media sosial.Lantas Maukah kalian berdiam diri ditengah arusnya media sosial, hanya bisa mengamati perubahan-perubahan yang terjadi?

Senin, 29 Januari 2018

Fenomena Langka Si Cantik "Super Blue Blood Moon'Waspada 'Rob'

Jakarta, Senin-( 29/1). Tanggal 31 Januari 2018, akan terjadi Fenomena Super Blue Blood Moon atau Supermoon yang bertepatan dengan Gerhana Bulan Total, yaitu posisi matahari, bumi dan bulan berada pada satu garis lurus .

Kejadian Gerhana Bulan Total dapat diamati di sebagian besar wilayah Indonesia. Fenomena ini merupakan fenomena langka karena akan terulang lebih dari 100 tahun untuk di Amerika, sementara wilayah Indonesia 36 tahun (30-31 Desember 1982) sehingga masyarakat diharapkan melihat atau mengamati fenomena ini dan bukan dijadikan sesuatu yang menakutkan.

Masyarakat dapat melakukan pengamatan ini dapat dilihat secara ideal dari daerah perbatasan mulai dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga daerah yang berada di sebelah Barat Sumatera, yaitu melintas di Samudera Hindia yang berada sebelah Barat Sumatera yang merupakan zona bulan terbit saat fase gerhana penumbra berlangsung. Selain itu, lokasi yang ideal untuk mengamati fenomena ini di Observatorium Boscha (Lembang), Pulau Seribu, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Planetarium, Museum Fatahilah, Kampong Betawi, Satu babakan, serta Bukit Tinggi. Selain itu juga dilakukan pengamatan di 21 titik pengamatan hilal. Bahkan, di Makasaar dan Jam Gadang Bukit Tinggi pun terdapat event nonton bersama Super Blue Blood Moon.
 Meskipun fenomena ini merupakan fenomena langka, namun masyarakat harap mewaspadai tinggi pasang maksimun hingga mencapai 1,5 meter karena adanya gravitasi bulan dengan matahari. Fenomena ini pun juga dapat mengakibatkan surut minimum mencapai -100-110 cm yang terjadi pada 30 Januari-1 Februari 2018 di Pesisir: Sumatera Utara, Barat, Sumatera Barat, Selatan Lampung, Utara Jakarta, utara Jawa Tengah, Utara Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Air pasang maksimum ini akan berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di Pelabuhan. Keseluruhan proses gerhana dapat diamati di Samudra Pasifik serta bagian Timur Asia, Indonesia, Australia, dan bagian Barat Laut Amerika. Gerhana ini dapat diamati di bagian Barat Asia, Samudra Hindia, bagian Timur Afrika, dan bagian Timur Eropa pada saat Bulan terbit. Masyarakat dapat mengamati puncak Gerhana Bulan Total ini dapat pada Pukul 20:29,8 WIB; 21:29,8 WITA; dan 22:29,8 WIT.

 Cuaca Ekstrem, Masih Menyapa Wilayah Indonesia

Berdasarkan analisa BMKG, untuk potensi intensitasi sedang-lebat dalam hangka waktu seminggu kedepan (29 Januari-3 Februari) masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan padaPosisi saat ini, matahari berada di belahan bumi selatan akibatnya suhu udara di belahan bumi selatan lebih tinggi daripada belahan bumi utara.

Kondisi ini mengakibatkan adanya tekanan rendah di belahan bumi selatan sehingga terjadi aliran udara dingin dari belahan bumi utara tepatnya dari daratan Asia, termasuk samudera pasifik di sekitar Filipina atau bagian utara barat pasifik serta aliran udara dingin dari arah Samudera Hindia. Aliran udara tersebut semuanya menuju ke Belahan bumi selatan tepatnya kearah Australia, akibatnya beberapa wilayah Indonesia bagian Barat dan selatan terlewati aliran udara dingin asia samudera Hindia, dan Filipina. Kondisi inilah yang memicu terjadinya potensi hujan dan angin dengan kecepatan tinggi, terutama di Aceh, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi selatan, Papua Barat, dan Papua.

 Dwikorita menambahkan Kondisi ini membawa uap air baik dari Samudera pasifik maupun hindia dari arah Barat sehingga mengakibatkan potensi hujan lebat disertai angin kencang dengan kecepatan 25 knot atau berkisar 36 km/ jm hingga 35 knot atau 70 km/ jam di daerah tersebut. Selain itu juga terjadi gelombang tinggi Laut Jawa, Samudera Hindia Selatan Pulau Jawa, Selat Sunda, Perairan Utara Jawa Tengah, Perairan Utara NTB hingga NTT, serta Pesisir Utara Pulau Jawa. Gelombang tinggi 4.0-6.0 meter (very Rough Sea) berpeluang terjadi di samudera Hindia Selatan Jawa hingga NTT, Perairan Selatan P. Sumba-P. Sawu-P. Rote-Laut Timor, dan Laut Arafuru.

Sementara tinggi gelombang 2.5-4.0 meter (Rough Sea) berpeluang terjadi di Perairan Enggano, Perairan Barat Lampung, Selat Sunda Bagian Selatan, Perairan Selatan Jawa, Perairan Kep. Sermata-Leti, Perairan Kep. Babar-Tanimbar. Secara umum, masyarakat dihimbau agar : - Waspada potensi genangan, banjir maupun longsor bagi yang tinggal di wilayah berpotensi hujan lebat terutama di daerah rawan banjir dan longsor. - Waspada terhadap kemungkinan hujan disertai angin yang dapat menyebabkan pohon maupun baliho tumbang/roboh. - Tidak berlindung di bawah pohon jika hujan disertai kilat/petir. - Waspada kenaikan tinggi gelombang, potensi rob dan dampaknya. - Waspada hujan lebat disertai angin kencang yang berbahaya bagi kapal berukuran kecil - Menunda kegiatan penangkapan ikan secara tradisional hingga gelombang tinggi mereda - Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG senantiasa membuka layanan informasi cuaca 24 jam, yaitu melalui: call center 021-6546318; http://www.bmkg.go.id; follow twitter @infobmkg; aplikasi iOS dan android "Info BMKG"; atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.