Jika kita mengatakan
sebuah kata Kopi, timbul suatu imajinasi kenikmatan citra rasa dan aroma di
benak kita. Minuman ini hampir disukai di berbagai kalangan usia, gender, dan
profesi. Saat ini, banyak beberapa warkop (warung kopi), kedai kopi, dan café
yang menjajakan aneka dan jenis kopi. Tak sedikit masyarakat yang nongkorong
sambil menikmati kopi. Mereka rela membuang waktu atau bahkan uang mereka hanya
untuk dapat meneguk kenikmatan rasa kopi.
Kita sebagai warga negara Indonesia patut bersyukur karena
kita berada di tanah yang kaya akan hasil alamnya. Hasil alam itu kita dapatkan
dari lautan yang luas, perut bumi yang kaya akan sumber daya mineral, pertanian
yang luas dan tak lupa kita juga terdapat dataran tinggi yang cocok untuk
perkebunan.
Salah satu dataran tinggi di Indonesia yang dijadikan
perkebunan adalah dataran tinggi “Tanah Gayo” Aceh Tenggara dan Gayo Lues. Bagi
penggemar kopi sudah dapat menebak apa hasil perkebunan dari Tanah Gayo. Ya, Kopi Arabika (Kopi Gayo) dan Kopi Robusta
(Kopi Ulee Kareeng) merupakan dua jenis
Kopi Gayo.
Aceh merupakan salah satu wilayah penyumbang pundi-pundi
devisa negara, Tak jarang petani –petani kopi di Aceh dapat mengjasilkan
biji-biji kopi yang diekspor ke luar negeri.
Tak
heran jika kita mengunjungi kota ini, banyak kedai kopi berjejer menjajakan
kopi. Tradisi minum kopi ini telah berkembang turun temurun seiring
perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia. Sejak
era kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah sentra produksi
kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis
kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng.
Kopi Gayo yang termasuk jenis kopi Arabika berhasil mengangkat nama Aceh di mata dunia,
kopi ini termasuk kelas kopi premium. Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan
nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Tanah Air yang merajai
40% pasar dalam negeri.
Di
kedai-kedai kopi ini, umumnya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian,
yaitu kopi hitam, kopi susu dan sanger. Kopi hitam dan kopi susu mungkin sudah
sering kita temui di daerah-daerah lain di Indonesia, tapi Sanger adalah
racikan yang khas dan orisinil dari Aceh.
Kopi Arabika vs Kopi
Robusta
Untuk kopi jenis Arabika umumnya di dibudidayakan di wilayah
dataran tinggi “Tana Gayo”. Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Sementara di
Kabupaten Pidie (terutama wilayah Tanges dan Geumpang) dan Aceh barat lebih
dominan dikembangkan jenis kopi Robusta.
Citra
rasa yang terdapat di kopi-kopi ini berbeda, kopi arabika memiliki memiliki
rasa yang agak asam dan tidak pahit terasa pahit serta memiliki aroma yang khas serta dan harum . Bahkan
ada juga yang berpendapat bahwa rasa kopi Gayo melebihi
cita rasa kopi Blue Mountain.
Sementara,
pada Kopi Robusta memiliki kadar kafein yang lebih tinggi daripada Arabika dan
memiliki citra rasa yang lebih kuat. Kopi ini cocok di bagi penikmat kopi yang
suka dengan rasa kopi yang lebih pekat dan memberikan sensasi kopi yang
cenderung kuat.
Kopi
robusta sendiri sekarang sudah jarang di budidayakan di aceh karena permintaan
pasar pada kopi robusta rendah dan lebih besar pada kopi Arabica, seperti yang
diutarakan Iman, Petani Aceh Tengah.
Jika
dilihat dari strukturnya, kopi Arabika agak besar dan berwarna hijau gelap,
daunnya berbentuk oval, tinggi pohon mencapai tujuh meter. Namun di perkebunan
kopi, tinggi pohon ini dijaga agar berkisar 2-3 meter. Tujuannya agar mudah
saat di panen. Pohon Kopi Arabika
mulai memproduksi buah pertamanya dalam tiga tahun. Lazimnya dahan tumbuh dari
batang dengan panjang sekitar 15 cm. Dedaunan yang diatas lebih muda warnanya
karena sinar matahari sedangkan dibawahnya lebih gelap. Tiap batang menampung
10-15 rangkaian bunga kecil yang akan menjadi buah kopi.
Kopi Luwak Aceh, Tak Kalah Nikmat
Selain
Kopi Arabika dan robusta, ada kopi luwak yang tak kalah nikmat. Kopi luwak
sudah sering terdengar di telinga penikmat kopi. Saat ini, sudah banyak merek
produk kopi luwak yang bermunculan di pasaran. Kopi ini memiliki citra rasa
yang istemewa.
Di
aceh sendiri , kopi luwak telah berkembang, seperti yang diutarakan Iman,
petani Kopi di Aceh Tengah. Kopi luwak di Aceh memiiki kelebihan dibandingan
kopi-kopi luwak lainnya karena dihasilkan dari luwak-luwak liar yang memakan
kopi di kebun secara bebas jadi mereka dapat memakan biji-biji kopi yang telah
benar-benar matang sempurna. Luwak ini berbeda dengan luwak kandangan yang
dapat diproduksi secara berkala.
Sebelum
menghasilkan biji kopi luwak, luwak memakan biji kopi yang kemudian terjadi
proses fermentasi dalam perut luwak dan kemudian luwak membuang kotoran,
selanjuntnya dikumpulkan oleh orang leles yaitu orang yang mengais sisa biji
kopi yang telah dimakan tikus maupun luwak.
Produksi kopi-kopi di Aceh ini telah berhasil diekspor ke berbagai negara, yaitu Amerika, Eropa, dan Asia. Kita patut bangga karena dapat menghasilkan produk alam dalam negeri yang tak kalah hebat dengan produk luar negeri. (rn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar