Akhir-akhir ini wilayah kita sering merasakan suhu
yang ekstrim kadang merasakan panas dan kadang kita pun merasakan suhu yang
drop. Suhu panaspun perah dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia,
termasuk wilayah Ibukota yang pernah diterjang suhu yang tinggi, terlebih saat
musim kemarau. Tak hanya itu, pergeseran musim pun juga terjadi. Musim
seolah-olah sudah tidak menentu. Kondisi ini disebabkan oleh adanya peningkatan
emisi karbon dari aktivitas kita sebagai
manusia.
Bumi yang kita pinjak sudah tidak ramah dengan kita.
Kondisi inilah yang seharusnya dijadikan cerminan dari apa yang telah kita
berbuat terhadap alam kita.Kearifan kita terhadap alam sudah tidak ada lagi
nilainya. Manusia menjadikan alam sebagai objek keserakahan manusia.
Puncak gunung es puncak Jayawijaya akan menjadi
sebuah cerita lama, sudah tidak ada lagi
salju abadi. Kondisi ini terbukti dari kesaksian seorang pendaki gunung `seperti
yang
dikatakan Irawan, salah satu pendaki dari Tim 7 Summit Expedition pada 2010 sampai 2012 lalu yang dikutip pada
laman merdeka.
Menurut kesaksiannya, Irwan menuturkan bahwa dirinya
yang pernah mendaki
Puncak Cartenz. Keprihatinan itu muncul tatkala pada pendakian 2008 dia melihat
salju abadi telah hilang sepanjang 200 meter dari lidah gletser di Puncak
Cartensz bagian timur. "Sudah bergeser 200 meter dari lidah
gletser,seperti yang dikutip pada lama Merdeka.
Salah satu pendaki,
Dwi yang turut pernah mendaki puncak Cartenz yang saat itu mendaki bersama
Kepala Bdang Iklim dan Kualitas Udara, Dodo Gunawan mengutarakan bahwa
ketebalan es di Puncak Cartenz telah mengalami penipisan.
Penipisan balutan es
yang menyelimuti puncak gunung tersebut membuktikan bahwa bumi kita kian lama
semakin rusak dan panas. . Mungkin kedepannya sudah tidak ada julukan lagi es
abadi.
Suhu semakin lama
semakin panas, kondisi ini merupakan akibat dari ulah manusia yang sudah tak lagi ramah dengan lingkungan.
Mau dan relakah kita berdiam diri membiarkan alam kita menjadi rusak?
BMKG Melepas 4 Peneliti Ke Kutub Selatan & Puncak
Jaya Papua
Kepala BMKG, Dr. Andi
Eka Sakya, M. Eng melepas 4 peneliti untuk melakukan ekspedisi ke Kutub Selatan
dan puncak Jayawijaya. Pada ekspedisi ke
Kutub Selatan untuk memahami pengaruh laut terhadap iklim dan cuaca, sementara
ekspedisi ke Puncak Jayawijaya untuk memahami dampak pemanasan global terutama
di wilayah torpis (Khatulistiwa).
Enam peneliti yang melakukan kedua ekpedisi tersebut adalah: Wido Hanggoro
dan Kadarsah yang akan melakuan ekpedis ke Stasiun Meteorologi Davis di Kutub
Selatan bersama dengan Tim Ekspedisi Bureai of Meteorology (BoM)-Australian
Antarctc Division (AAD). Empat nama lagi yang melakukan ekpedisi ke Puncak
Jayawijaya adalah Dyah Lukita Sari, Ferdikka A. Harapak, Najib Habibie, dan
Donny Kristianto.
Kepala BMKG
mengutarakan bahwa kedua ekspedisi tersebut dapat dijadikan masukan yang berharga bagi
rangkaian penelitian tahun 2017-2019 yang merupakan Tahun Benua Maritim (Year of Maritime Continent-YMC) dan Year
of Polar Initiative di Antartika. Masukan tersebut merupakan batu-tapak
pemahaman hubungan tekoneksi klim antara wilayah tropis dengan antartika.
Kegiatan ekspedisi ini pun mendukung
program Joko Widodo di dunia kemaritiman
karena mengingat Indonesia merupakan wilayah lautan lebih dari 70%, dari
situasi inilah pemerintah mentikberatkan pada program kemaritiman .
Kita paham bahwa Indonesia merupakan
wilayah yang unik, mengapa?Ya, karena Indonesia dikelilingi lautan dan dihiasi
teluk dan semenanjung. Tak hanya itu, Indonesia pun memiliki gunung dan pergunungan
yang berjejer. Kondisi inilah yang membuat wilayah Indonesia menjadi wilayah pertemuan
angin.
Wilayah Indonesia sering didominasi
oleh Sirkulasi monsoon dingin Asia (Oktober-Maret) dan Sirkulasi monsoon panas
Australia (April-September). Kedua sirklusi tersebut sangat berpengaruh pada
faktor iklim di Indonesia.
Posisi strategis geografi Indonesia menjadi
kunci pemahaman dinamika iklim dan geografi Indonesia menjadi kunci pemahaman
dinamika iklim dan perubahannya. Langkah
ini menjadi bagian dari BMKG untuk melakukan penelitian sebagai upaya pelayanan
meteorologi, klimatologi, dan geofisika serta peningkatan SDM Indonesia.