Jumat, 17 November 2017

"Tsunami Ready", Dukung Poros Maritim Dunia

Masih teringat di benak kita, pada 2004, telah terjadi peristiwa tsunami yang telah merenggut lebih dari 230.000 orang, dan 1 juta orang kehilangan tempat tinggal dan telah meninggalkan rekam jejak kehancuran di sekitar pantai samudera hindia. Pasca kejadian tsunami menyadarkan pemerintahan Indonesia bahwa negara Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi dan tsunami karena dikelilingi 3 lempengan, Eurasia, Indo Australia dan Pasifik serta sesar aktif. Kondisi inilah yang menuntut perlu adanya sistem peringatan tsunami sehingga pada tahun 2008 silam diresmikan sistem Peringatan Dini Tsunami, (Indonesia Tsunami Early Warning System). Melalui sistem ini, diharapkan dapat memberikan informasi peringatan dini gempa dan tsunami 5 menit, setelah terjadi gempa bumi. Dalam perkembangan berikutnya, InaTEWS ditunjuk oleh Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC)/Komisi Kelautan Antar Negara di UNESCO menjadi Tsunami Service Provider (TSP) bersama India dan Australia yang siap memberikan layanan peringatan dini tsunami kepada negara-negara di Samudra Hindia.

Seperti yang kita ketahui selama ini, bahwa tsunami sangat jarang terjadi. Tetapi pada kenyataannya, peristiwa tsunami memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Selain tsunami di Aceh, di Indonesia pun telah terjadi tsunami, seperti di Pangandaran (2006_. Buru (2009), dan termasuk antara lain juga di Sendai (2011). Selain itu kejadian gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Jepang ( 2011) silam. Kondisi ini membuktikan bahwa secanggih teknologi yang kita punya, sangat diperlukan respon mayarakat mandiri yang tepat dan prosedur evakuasi yang terarah sehingga perlu dibutuhkan peta, dan prosedur evakuasi berdasarkan kondisi geografis seempat.

Untuk itu pada tahun ini, BMKG menjadi tuan rumah pelatihan pembuatan peta, rencana, dan prosedur, evakuasi tsunami yang dilakukan dari tanggal 13 s.d. 23 November 2017 di Region Training Centre di Citeko Bogor. Kegiatan ini pertama kalinya diadakan di dunia, dengan konsep tsunami ready program yang diterapkan pada tingkat kawasan, yaitu Samudera Hindia yang merupakan bagian dari kerjasama antara BMKG dengan IOC (Intergovernmental Ocean Commission) di UNESCO yang diikuti oleh 21 peserta dari 6 negara anggota Kelompok Koordinasi Antar Pemerintah dalam Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami (Intergovernmental Coordination Group for the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System – ICG IOTWMS), yaitu India, Indonesia, Malaysia, Maladewa, Oman, Seychelles, dan Yaman dan melibatkan 11 narasumber, termasuk diantaranya dari NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration), USA.

Salah satu implementasi dari tsunami ready program di Kawasan Samudera Hindia adalah pelatihan pembuatan peta, rencana evakuasi tsunami, dan prosedur penyelamatan atau Tsunami Evacuation Map Plan And Procedure (TEMPP) yang merupakan kerjasama BMKG-IOTIC/Pusat Informasi Tsunami Samudera Hindia. Pelatihan ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kemampuan SDM dan negara-negara untuk menciptakan infranstruksi dalam pembuatan permodelan redaman tsunami, pemetaan rendaman tsunami untuk evakuasi, pemetaan evakuasi, perencanaan prosedur, dan informasi tsunami publik serta rencana tanggap darurat dan prosedur operasional dan perencanaan pelatihan.

Kegiatan ini diharapkan tidak hanya terhenti sampai sini, tetapi perlu dilakukan secara berkelanjutan karena perlu adanya regenerasi dalam penguatan kapasitas/ kemampuan dalam menghadapi resiko dampak tsunami karena diakui tidak mudah membangun masyarakat untuk paham dan mudah menerima informasi dari produk yang kita hasilkan, sperti petaan rendaman tsunami untuk evakuasi, dan informasi tsunami publik sebagai bentuk rencana tanggap darurat.

  BMKG Dukung Poros Maritim, Melalui Peringatan Dini

 Seperti yang diutarakan Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, M. Sc, Ph. D bahwa kita, termasuk negara-negara di kawasan Samudera Hindia, merupakan daerah yang rawan terjadinya tsunami, Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah untuk memnimalisir resiko bencana dari tsunami. BMKG mengambil peran sangat besar untuk mendukung dan “menyelamatkan” poros maritime dunia, melalui pembangunan sistem peringatan Dini Tsunami dan dipercaya sebagai RTSP (Regional Tsunami service Provider).

Tetapi, hal ini tidak hanya sebatas itu, tetapi pun diperlukan adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan evakuasi. Untuk meningkatkan kesedaran masyarakat akan dampak resiko tsunami, telah dilakukan berbagai kegiatan sebagai Tsunami Ready , seperti Tsunami drill, dan IOwave yang akan dilaksanakan pada 2018. Pengurangan rasiko dampak tsunami sangat membutuhkan berbagai peran tidak hanya di tingkat hulu tapi juga di tingkat hilir. Tentunya untuk mencapai ke hilir perlu dibutuhkan peran media massa sebagai mata rantai bencana. Meida masas diharapkan beberperan tidak pada saat pasca bencana tsunami, tetapi sebelum dan sesaat kejadian tsunami.

Minggu, 05 November 2017

Mengulik Badai, Puting beliung, dan Angin Kencang. Serupa Tapi Tak Sama

Tidak sedikit dari masyarakat sering mengatkan “Indonesia sering terjadi badai? saat mereka melihat atau mengalami angin kencang di daerah tempat mereka. Lantas apakah benar badai sama dengan angin kencang atau apakah sama dengan puting beliung. Coba kita tengok sejenak apa itu badai, angin kencang, atau puting beliung Badai, sejenis siklon tropis Jika ditinjau meteorologi, badai merupakan siklon tropis yang merupakan kondisi cuaca ekstrim, dimulai dari badai salju hingga pasir dan debu.

Siklon tropis merupakan badai yang berkekuatan besar. Siklon Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam (http://meteo.bmkg.go.id/siklon/learn/01/id) 

Secara teknis, siklon tropis didefinisikan sebagai sistem tekanan rendah non-frontal yang berskala sinoptik yang tumbuh di atas perairan hangat dengan wilayah perawanan konvektif dan kecepatan angin maksimum setidaknya mencapai 34 knot pada lebih dari setengah wilayah yang melingkari pusatnya, serta bertahan setidaknya enam jam. Kadangkala di pusat siklon tropis terbentuk suatu wilayah dengan kecepatan angin relatif rendah dan tanpa awan yang disebut dengan mata siklon dengan diameter mulai dari 10 hingga 100 km. Mata siklon ini dikelilingi dengan dinding mata, yaitu wilayah berbentuk cincin yang dapat mencapai ketebalan 16 km, yang merupakan wilayah dimana terdapat kecepatan angin tertinggi dan curah hujan terbesar.

Masa hidup suatu siklon tropis rata-rata berkisar antara 3 hingga 18 hari. Karena energi siklon tropis didapat dari lautan hangat, maka siklon tropis akan melemah atau punah ketika bergerak dan memasuki wilayah perairan yang dingin atau memasuki daratan. Siklon tropis dikenal dengan berbagai istilah di muka bumi, yaitu "badai tropis" atau "typhoon" atau "topan" jika terbentuk di Samudra Pasifik Barat, "siklon" atau "cyclone" jika terbentuk di sekitar India atau Australia, dan "hu rricane" jika terbentuk di Samudra Atlantik.

Indonesia bisa diserang siklon tropis? Lantas yang sering menjadi pertanyaan apakah dengan ini Indonesia akan terbebas dari ancaman siklon tropis? Indonesia khususnya wilayah yang dekat dengan garis khatulistiwa memang tidak mungkin ditumbuhi siklon tropis namun kemunculan siklon tropis itu di dekat wilayah perairan Indonesia akan sangat memengaruhi kondisi atmosfer di atasnya. Siklon tropis kerap membuat pola gerakan angin berubah dan membawa kelembapan udara yang tinggi di atmosfer Indonesia. Akhirnya awan hujan disertai angin kencang akan mudah tumbuh. Kondisi ini membuat potensi terjadinya bencana seperti banjir, pohon tumbang, tanah longsor dan puting beliung semakin tinggi. Masyarakat tidak perlu khawatir dan termakan isu berita hoax bahwa badai siklon akan masuk ke Indonesia dan memporak-porandakan wialayah Indonesia seperti yang terjadi di Jepan, Amerika, Australia, dan Filipina.

Siklon tropis tidak adakn dapat menyerang wilayah Indonesia karena di wilayah Indonesia telah dibentengi dengan sebuah garis khatulistiwa. Disini, wilayah Indonesia akan terkena dampak siklon tropis yang mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia, seperti angin kencang, gelomang tinggi, hujan lebat disertai petir. Tetapi, masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak ini karena BMKG diberikan amanat untuk memantau “pergerakkan”siklon tropis dan memberikan informasi peringatan dini cuaca. Puting Beliung & Angin Kencang, Sejenis Tapi Tak Sama Fenomena Putting Beliung / Tornado skala kecil merupakan fenomena cuaca alamiah yg biasa terjadi. Jika kejadian putting beliung tsb di laut disebut "waterspoot" . Kejadian hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang/putting beliung berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi/pancaroba musim baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.

 Putting Beliung merupakan angin kencang yang datang secara tiba – tiba, mempunyai pusat dan bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi serta punah dalam waktu singkat (> 10 menit). Puting beliung sendiri memiliki teman-teman di berbagai negara, seperti: angin leysus (Indonesia), Tornado (Amerika), Twister (Eropa), Willy (Australia). Sebagai langkah kesiapsiagaan untuk menghadapi cuaca ekstrim, yaitu angin puting beliung, kita bisa melihat gejala-gejala yanga ada, seperti: a. Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah. b. Udara terasa panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C) disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 65%) c. Mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis – lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu – abu menjulang tinggi seperti bunga kol. d. Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu – abu / hitam yang dikenal dengan awan Cb (Cumulonimbus).

Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba – tiba, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita. f. Jika 1 – 3 hari berturut – turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak. Sementara, angin puting beliung/ angin kencang berdurasi singkat memiliki sifat, yaitu: terjadi lokal dengan luasan 5-10 km, biasanya terjadi pada massa transisi (pancaroba) pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari, bergerak secara garis lurus, tidak dapat diprediksi secara spesifik (hanya bisa diprediksi 30 menit-1 jam) sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda-tandanya dengan tingkat keakuratan <50 a="" angin="" awan="" bagunan="" baliho="" bangunan="" beban="" beliung="" berasa="" berlindung="" besar="" bukan="" cara="" cb="" cepat="" cumulonimbus="" dalam="" dampak="" dan="" dapat="" dari="" dengan="" di="" disarankan="" dll="" href="http://https://www.kompasiana.com/ririnbmkg/59f1498098182704a27387d2/mengulik-badai-dan-kawannya-serupa-tapi-tak-sama" kecil="" kedinding="" kembali="" kemungkinannya="" ketika="" kita="" kokoh="" konstruksi="" langkah-langkah="" massa="" maupun="" melakukan="" memperkuat="" menebang="" mengurangi="" menimbulkan="" merapatkan="" mobil.="" monsoon="" pada="" papan="" pengecekan="" pergerakan="" pohon="" puting="" rapuh="" reklame="" resiko="" rimbun="" saat="" sama.="" semua="" seperti="" serta="" tempat="" terjadi="" tersebut="" tetapi="" tidak="" tinggi="" transisi="" tubuh="" umumnya="" untuk="" yang="">